Rabu, 18 April 2012

KRITIK ATAS TEORI FUNGSIONAL STRUKTURAL

Perubahan merupakan sebuah kepastian realitas, seperti itulah kata seorang filsuf jaman dulu sebelum manusia mengenal peradaban modern seperti saat ini.
Perubahan merupakan realitas tak terbantahkan, baik itu menyangkut persoalan alam materi seperti kata Marx dalam Materialisme Dialektika Historis (MDH) maupun dalam kehidupan masyarakat.
Perubahan menjadi keharusan dan keniscayaan untuk sebuah tatanan masyarakat yang kompleks dan dinamis. Sebab, tanpa perubahan niscaya masyarakat manusia dan peradabannya akan stagnan baik secara sosial, budaya, politik dan sebagainya.
Berangkat dari hal inilah kemudian kita coba telaah keseluruhan realitas sosial di masyarakat, sehingga proyeksi atas perkembangan ilmu pengetahuan manusia dapat kita rasakan hari ini.
Teori fungsional struktural berdiri di atas kerangka stabilitas sosial yang cenderung digunakan oleh kekuatan penguasa untuk melegalisasi kekuasaannya dengan asumsi stabilitas tatanan.
Untuk menjaga nilai inilah kemudian penguasa mencoba menekan segala bentuk perubahan di dalam masyarakat baik itu secara sosial, budaya, maupun secara politik.
Konservatisme (paham anti perubahan) merupakan sebuah paham yang mencoba menjaga nilai secara politik maupun sosial budaya dalam masyarakat. Paham kaum konservatif pada mulanya mulai di kenal di Eropa (Inggris) dan cukup berpengaruh dalam parlemen.
Nah, sehingga Teori fungsional struktural pun kita asumsikan sebagai konstruk pemikiran konservatisme yang senantiasa melihat manusia dalam keadaan pasif seperti robot.
Olehnya itu, tulisan ini mencoba melakukan kritik terhadap teori fungsional struktural yang anti perubahan....

#Silahkan di kritik...

Jumat, 13 April 2012

BEBERAPA TIPOLOGI KEPEMIMPINAN

Sejak dahulu kepemimpinan menjadi salah satu kajian yang menarik untuk di telaah secara mendalam, sebab arah peradaban suatu bangsa tak bisa lepas dari sebuah gaya kepemimpinan seseorang.
Namun tentu saja setiap proporsi kepemimpinan dari seorang pemimpin senantiasa berbeda-beda sebab itu semua bergantung pada bangunan epistemologis dan konstruk ideologisnya masing-masing.
Ada beberapa tipologi kepemimpinan yang sering kali kita temukan dalam gaya seorang pemimpin :

1. Gaya Otoriter/Totaliter yaitu gaya kepemimpinan yang selalu memaksakan kehendaknya pada setiap orang meskipun dengan jalan kekerasan, namun kebijakannya berlaku secara distributif dan tanpa kompromi. Gaya ini secara epistemologis cenderung beraliran Macchiavellian, Hobbesian. 


2. Gaya Demokratis yaitu gaya kepemimpinan yang cenderung selalu menggunakan musyawarah, namun gaya ini sangat lemah mengambil sikap dalam setiap tindakannya dan terkesan pragmatik. Gaya ini secara epistemologis cenderung beraliran liberal-moderat.


3. Gaya para Nabi yaitu gaya kepemimpinan yang kharismatik dengan menggunakan jalan kemanusiaan, dalam arti lebih mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan, dibanding dengan kepentingan pragmatis. Gaya ini cenderung mengikuti aliran humanistik-teologis.

Dari beberapa tipologi kepemimpinan di atas, maka kita dapat memahami bangunan epistemologis dan konstruk ideologisnya melalui gaya kepemimpinan dari seorang pemimpin.
Dari hal tersebut di atas, maka kita dapat memahami pula bahwa tidak saya maupun anda, setiap pemimpin dapat kita ketahui bangunan ideologis maupun epistemologis melalui gaya kepemimpinan yang implementasikan.

Silahkan Di Kritik....

Billahi Taufiq Wal Hidayah
Wassalamu Alaikum Wr. Wb.

Sabtu, 07 April 2012

"MENGUAK MAKNA DI BALIK REALITAS" DEMOKRASI INDONESIA DI AMBANG KEHANCURAN

Gerakan mahasiswa Indonesia yang begitu monumental pada tahun 1998 membuat seluruh rakyat Indonesia bersorak gembira menyambutnya.
Rakyat yang selama beberapa dekade terkunkung otoritarianisme orde baru, begitu bangga atas keberhasilan anak muda (mahasiswa) dalam menumbangkan rezim Soeharto yang telah menduduki kursi kekuasaan di bangsa ini selama kurang lebih 32 tahun.
Kini ketika dengan susah payah mahasiswa Indonesia berjuang demi tegaknya demokrasi di negeri ini, harus kembali menelan pil pahit jalannya sistem pemerintahan yang justru telah mengebiri hak-hak rakyat dan sepertinya otoritarianisme model baru yang kini eksis.
Kalo dulu di zaman rezim orde baru, militer yang memegang kendali penuh atas nasib rakyat,  di jaman sekarang kini kekuatan sipil yang sepertinya mulai menunjukkan sikap totaliternya. Terbukti dengan banyaknya amanah reformasi yang mulai terabaikan, meskipun beberapa institusi pemerintah katanya berbenah dengan "embel-embel " reformasi birokrasi. Namun, Patologi Birokrasi masih saja terlihat lenggak-lenggok atau dalam term orang Makassar "Pabiri'birisi'", karena jika dilihat realitas objektif memang masih sama.
Nah, berangkat dari hal tersebut di atas, maka saya mencoba mengajak kita semua untuk memahami dan mencoba menguak sisi terdalam dari realitas sosial kita dewasa ini, dan bagaimana kini nasib demokrasi yang selalu mahasiswa perjuangkan didalam setiap momentum pergerakan perlawanannya.

Demokrasi pada prinsipnya memiliki 3 idiom dasar sebagai hal yang fundamental dan inheren dalam dirinya.

1. Egaliter    : Persamaan
2. Fraternite : Persaudaraan
3. Liberte     : Kebebasan

Tiga idiom dasar inilah sebuah pemerintahan negara di Indonesia kita ini terabaikan oleh para pengambil kebijakan tertinggi di negara kita.
Persamaan hak dalam konteks apapun. Baik itu hak politik, hak di hadapan hukum, hak hidup, hak bersekolah, hak untuk sehat. Namun, realitasnya pemerintah banyak mengabaikan hak-hak rakyat terlebih lagi mereka yang tidak memiliki akses di pemerintahan.
Persaudaraan tidak lagi di pandang prinsipil dalam kehidupan sosial, karena kepentingan pragmatis jauh lebih di utamakan daripada memikirkan nasib rakyat.
Kebebasan sepertinya mesti kita teriakkan kembali dalam rangka menjaga siklus kekuasaan yang monopolistik oleh penguasa, banyak gerakan perlawanan rakyat, mahasiswa itu kemudian di bungkam oleh kekuatan yang seharusnya melindungi dan melayani masyarakat. Namun, justru menekan rakyat untuk kemudian kembali mengalami alienasi pada dirinya sendiri.
Inilah realitas kebangsaan kita di Indonesia beberapa dekade belakangan ini...


Senin, 02 April 2012

POLITIK ITU INDAH

Begitu banyak kalangan menilai politik ada sesuatu yang mengerikan daripada rumah hantu, bahkan ada pula yang dengan lantangnya meneriakkan bahwa politik itu kotor sekotor-kotornya. Namun, perlu kiranya kita sedikit membuka diri dan coba menelaah makna dari politik itu sendiri, sebab pada prinsipnya eksistensi keberadaan negara ini sangatlah di tentukan oleh keberadaan politik itu sendiri.
Secara umum menurut pakar Ilmu Politik Ramlan Surbakti, bahwa politik merupakan sebuah usaha bersama dalam rangka mencapai kebaikan bersama pula di dalam masyarakat. Namun ironis, mengapa beberapa kalangan masyarakat begitu antipati dengan politik itu sendiri???
Inilah mungkin yang perlu kita kaji bersama, jangan sampai ke-awam-an membuat kita begitu mudah menjustifikasi dan menghukumi sesuatu yang justru kita sendiri belum pahami makna substansialnya.
Berikut akan kita telaah lebih mendasar pengertian politik dan fungsi politik itu sendiri :
Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik.
Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional.
Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara lain:
  • politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles)
  • politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara
  • politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat
  • politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik.
  Dalam konteks memahami politik perlu dipahami beberapa kunci, antara lain: kekuasaan politik, legitimasi, sistem politik, perilaku politik, partisipasi politik, proses politik, dan juga tidak kalah pentingnya untuk mengetahui seluk beluk tentang partai politik.

Politik berasal dari bahasa Belanda politiek dan bahasa Inggris politics, yang masing-masing bersumber dari bahasa Yunani τα πολιτικά (politika - yang berhubungan dengan negara) dengan akar katanya πολίτης (polites - warga negara) dan πόλις (polis - negara kota).
Secara etimologi kata "politik" masih berhubungan dengan polisi, kebijakan. Kata "politis" berarti hal-hal yang berhubungan dengan politik. Kata "politisi" berarti orang-orang yang menekuni hal politik.
Semenatara itu, politik secara fungsional menurut Gabriel Almond mengatakan kegiatan sebagai fungsi- fungsi politikdalam dua kategori, yaitu : Fungsi masukan (in put function) dan fungsifungsipengeluaran (out put function). Fungsi masukan (in put function)sangat penting dan menentukan cara kerja sistem yang diperlukan untukmembuat serta melaksanakan kebijakan-kebijakan dalam sistem.Fungsi- fungsi politik yang dimaksud adalah :a. Sosialisasi PolitikMerupakan proses sosial yang memungkinkan seseorangmenjadi anggota kelompoknya. Dalam hal ini ia harus mempelajarikebudayaan kelompoknya dan perannya dalam kelompok. Dari maknaini, maka sosialisasi politik ialah merupakan proses sosial yangmenjadikan seorang anggota masyarakat memiliki budaya politikkelompoknya dan bersikap serta bertindak sesuai dengan budayapolitik tersebut.b. Rekrutmen Politik Yang dimaksud adalah proses seleksi warga masyarakat untukmenduduki jabatan politik dan administrasi yang berhubungan dengankeadministrasian pemerintahan. c. Artikulasi KepentinganMerupakan proses penentuan kepentingan-kepentingan yangdikehendaki dari sistem politik. Dalam hal ini rakyat menyatakankepentingan-kepentingannya yang dikehendaki dari sistem politik,kepentingan mereka kepada lembaga-lembaga atau pemerintah melaluikelompok-kelompok kepentingan yang mereka bentuk bersama oranglain dan juga memiliki kepentingan yang sama, atau seperti dalamsistem politik tradisional, kadang-kadang mengatakan kepentingannyapada pejabat pemerintah.
d. Agregasi KepentinganAgregasi adalah proses perumusan alternatif dengan jalanpenggabungan atau penyesuaian kepentingan-kepentingan yang telahdiartikan atau dengan merekrut calon-calon pejabat yang menganutpola kebijaksanaan tertentu.e. Komunikasi Politik Merupakan alat yang digunakan untuk menyelenggarakanfungsi politik yang lain.Dalam melaksanakan fungsi-fungsi di atas, diselenggarakanoleh sebuah lembaga atau secara bersama. Lembaga-lembaga itumencerminkan struktur sistem politik. Dan bersama-sama fungsipolitik merupakan unsur-unsur dari sistem politik bersangkutan.Almond mengatakan bahwa lembaga-lembaga politik yang dimilikioleh sebuah sistem politik adalah : Kelompok kepentingan, partaipartaipolitik, badan legislatif, badan eksekutif dan badan-badanpengadilan (yudikatif).

Jadi, tentunya ketika kita melihat politik dari sudut pandang sebenarnya, maka kita dapat menemukan bahwa politik merupakan sebuah keharusan universal dalam masyarakat itu sendiri. Sebab, ia merepresentasikan sebuah upaya bersama tanpa mementingkan kehendak dalam lebih bersifat personal atau pribadi.
Olehnya itu, tulisan ini mencoba hadir dalam membuka cakrawala paradigma masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam dunia politik, demi tercapai kebaikan bersama yang di maksud.

Maka berangkat dari asumsi awal di atas, bisa saya pastikan bahwa, politik adalah sesuatu yang sangat bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya, sebab manfaatnya adalah untuk kepentingan rakyat jua nantinya....
Untuk itu, "POLITIK ITU INDAH" jika kita dapat mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari...

Thepoliticalstruggle

MENGENAL DR. ALI SHARIATI



Dari berbagai tokoh sosiologi terkemuka yang ada di dunia ini, saya sangat tertarik dengan sosok Ali Shariati. Sebab, beliau memiliki kemampuan untuk memformulasi konsep-konsep sosial yang telah lebih dulu ada namun sangat sekuler menjadi sebuah kerangka sosiologis dengan pendekatan ke Islam an yang sangat kuat dan filosofis.
Berbagai buku karya-karya besar telah beliau tuliskan dan torehkan dan hal tersebut pula yang menginspirasi sebuah revolusi sosial yang di motori semangat keislaman di Iran, meskipun beliau tidak sempat merayakannya pada tahun 1979.

Berikut Riwayat dan Biografi tokoh ini :

Dr Ali Shariati (علی شريعتی) (1933-1977) adalah seorang sosiolog Iran, terkenal dan dihormati karena karyanya dalam bidang sosiologi dan sejarah agama. Ia dikenal sebagai salah satu pemikir yang paling orisinal dan berpengaruh sosial Iran abad ke-20.

Ali Shariati lahir pada tahun 1933 di Mazinan, pinggiran Sabzevar, utara-timur Iran. Ayahnya, Mohammad-Taghi, adalah seorang sarjana Islam, pendiri Pusat Penyebaran Kebenaran Islam di Provinsi Khorasan dalam waktu ketika Marxisme sedang bangkit di Iran. Dia kemudian akan dikritik oleh anaknya untuk sekolah Islam ia percaya in.Fathers hidup sebagai kehidupan anak dipenuhi dengan ketegangan dan konflik dengan Para pengikut bin Islam.The lebih tradisional diyakini untuk meletakkan hidupnya pada bahwa sementara ayah nya tinggal sepuluh tahun terakhir dalam tahanan rumah selama era Islam di Iran.

Pada tahun-tahun di Guru's Training College, Syari'ati datang ke dalam kontak dengan orang-orang muda yang berasal dari kelas ekonomi kurang beruntung dari masyarakat, dan untuk pertama kalinya melihat kemiskinan dan penderitaan yang ada di Iran selama periode itu. Pada saat yang sama ia dihadapkan pada banyak aspek pemikiran filsafat dan politik Barat seperti terlihat dalam tulisan-tulisannya. Ia berusaha untuk menjelaskan dan memberikan solusi untuk masalah yang dihadapi oleh masyarakat Muslim melalui prinsip-prinsip Islam tradisional terjalin dengan dan dipahami dari sudut pandang sosiologi modern dan filsafat. Shariati juga sangat dipengaruhi oleh Moulana Rumi dan Muhammad Iqbal.

Pada tahun 1952 ia menjadi guru SMA dan mendirikan Mahasiswa Islam 'Association, yang menyebabkan penangkapan setelah demonstrasi. Ia menjadi pada tahun 1953 anggota Gerakan Perlawanan Nasional, tahun Mossadeq's menggulingkan oleh CIA. Ia menerima gelar sarjana dari Universitas Masyhad pada tahun 1955. Pada tahun 1957 ia ditangkap lagi oleh polisi Shah, bersama dengan 16 anggota lain Perlawanan Gerakan Nasional.

Ali Shariati kemudian berhasil mendapatkan beasiswa untuk Perancis, di mana ia melanjutkan studi pascasarjana di Universitas Paris. Dianggap sebagai seorang mahasiswa cemerlang (dipilih siswa terbaik di surat-surat di 1958), beliau meraih gelar doktor dalam sosiologi pada tahun 1964. Selama periode ini di Paris, Syari'ati mulai bekerja sama dengan Front Pembebasan Nasional Aljazair (FLN) pada tahun 1959. Tahun berikutnya, ia mulai membaca Frantz Fanon dan diterjemahkan antologi karyanya dalam bahasa Persia [1].. Shariati akan memperkenalkan pemikiran Fanon dalam lingkaran Irani emigrees revolusioner. Ia ditangkap di Paris selama demonstrasi untuk menghormati Patrice Lumumba, pada tanggal 17 Januari 1961.

Dia adalah anggota pendiri Gerakan Kebebasan Iran di luar negeri, bersama dengan Ebrahim Yazdi, Mostafa Chamran dan Sadegh Qotbzadeh pada tahun 1961.

Pada tahun 1962 ia melanjutkan belajar sosiologi dan sejarah agama, dan mengikuti program dari ulama Islam Louis Massignon, Jacques Berque dan sosiolog Georges Gurvitch. Dia juga datang untuk mengetahui filsuf Jean-Paul Sartre tahun yang sama, dan diterbitkan di Iran buku Al Jalal-e Occidentosis Ahmad.

Dia kemudian kembali ke Iran pada tahun 1964 di mana ia ditangkap dan segera dipenjarakan oleh penguasa Kekaisaran Iran yang menuduhnya terlibat dalam kegiatan politik subversif sementara di Perancis. Ia dibebaskan setelah beberapa minggu, pada saat mana ia mulai mengajar di Universitas Masyhad.

Shariati lalu pergi ke Teheran di mana ia mulai kuliah di Institut Hosseiniye Irsyad. Kuliah ini terbukti sukses sangat populer di kalangan murid-muridnya dan sebagai kata hasil dari mulut menyebar dengan cepat di semua sektor ekonomi masyarakat, termasuk kalangan kelas menengah dan atas mana bunga dalam ajaran-ajaran Shariati mulai tumbuh sangat.

Pihak berwenang Imperial segera mengambil perhatian khusus sekali lagi dalam keberhasilan lanjutan Shariati, dan polisi segera memiliki dia, dan juga banyak mahasiswa, di bawah penangkapan. tekanan luas dari rakyat dan kecaman internasional akhirnya mengarah pada akhir masa jabatannya delapan belas bulan penjara di pengasingan, dan ia dibebaskan oleh pada tanggal 20 Maret 1975.

Shariati diizinkan untuk meninggalkan negara tersebut untuk Inggris. Tiga minggu kemudian ia meninggal di Southampton dari apa pendukungnya percaya adalah pembunuhan oleh dinas rahasia Shah.